Menurut Cointelegraph, tim ilmuwan di Belgia berpotensi memecahkan tantangan signifikan dalam kecerdasan buatan (AI) dengan menggunakan metode pelatihan terdesentralisasi berbasis blockchain. Meskipun penelitian ini masih dalam tahap awal, penelitian ini dapat memiliki implikasi yang luas, mulai dari merevolusi eksplorasi ruang angkasa hingga menimbulkan risiko eksistensial bagi umat manusia.

Dalam lingkungan simulasi, para peneliti menciptakan metode untuk mengoordinasikan pembelajaran di antara agen AI otonom yang individual. Mereka memanfaatkan teknologi blockchain untuk memfasilitasi dan mengamankan komunikasi antara agen-agen ini, membentuk 'swarm' model pembelajaran yang terdesentralisasi. Hasil pelatihan dari setiap agen kemudian digunakan untuk mengembangkan model AI yang lebih besar. Dengan menangani data melalui blockchain, sistem ini mendapatkan manfaat dari kecerdasan kolektif dari swarm tanpa mengakses data agen individual.

Pembelajaran mesin, yang sangat erat kaitannya dengan AI, hadir dalam berbagai bentuk. Chatbot umum seperti ChatGPT milik OpenAI atau Claude milik Anthropic dikembangkan menggunakan berbagai teknik, termasuk pembelajaran tanpa pengawasan dan pembelajaran penguatan dari umpan balik manusia. Salah satu tantangan utama dengan pendekatan ini adalah perlunya basis data terpusat untuk data pelatihan, yang tidak praktis untuk aplikasi yang memerlukan pembelajaran otonom berkelanjutan atau yang mengutamakan privasi.

Tim peneliti menggunakan paradigma pembelajaran yang disebut 'pembelajaran terdesentralisasi terfederasi' untuk penelitian blockchain mereka. Mereka menemukan bahwa mereka dapat berhasil mengoordinasikan model sambil mempertahankan desentralisasi data. Sebagian besar penelitian mereka difokuskan pada studi ketahanan kelompok terhadap berbagai metode serangan. Karena sifat teknologi blockchain yang terdesentralisasi dan jaringan pelatihan, tim menunjukkan ketahanan terhadap serangan peretasan tradisional.

Namun, para peneliti mengidentifikasi ambang batas jumlah robot jahat yang dapat ditangani oleh gerombolan tersebut. Mereka mengembangkan skenario yang menampilkan robot yang dirancang untuk merusak jaringan, termasuk agen dengan agenda jahat, informasi yang sudah ketinggalan zaman, dan instruksi gangguan yang sederhana. Sementara agen yang sederhana dan sudah ketinggalan zaman relatif mudah untuk dipertahankan, agen pintar dengan niat jahat pada akhirnya dapat mengganggu kecerdasan gerombolan jika cukup banyak yang menyusup ke dalamnya.

Penelitian ini masih bersifat eksperimental dan hanya dilakukan melalui simulasi. Namun, mungkin akan tiba saatnya ketika kawanan robot dapat dikoordinasikan secara terdesentralisasi, yang berpotensi memungkinkan agen AI dari berbagai perusahaan atau negara untuk berkolaborasi dalam melatih agen yang lebih besar tanpa mengorbankan privasi data.