Ada beberapa metode yang umum digunakan oleh peretas (hacker) dalam membobol aset kripto.

Berikut adalah analisis dari beberapa teknik yang biasa dipakai:

1. Phishing

  • Cara kerja:

    Phishing melibatkan pengiriman email atau pesan palsu yang tampak seperti dari sumber tepercaya.

    Korban diarahkan ke situs web palsu yang meniru layanan kripto (misalnya, dompet atau exchange) dan diminta untuk memasukkan informasi sensitif seperti kata sandi atau kunci pribadi.

  • Target utama:

    Pengguna awam yang kurang berhati-hati dalam memeriksa keaslian situs atau komunikasi yang diterima.

  • Cara menghindari:

    Verifikasi alamat URL dan hindari mengklik link yang tidak dikenal.

2. Malware

  • Cara kerja:

    Malware adalah perangkat lunak berbahaya yang dapat diinstal pada perangkat korban. Malware ini dirancang untuk mencuri informasi login, kunci pribadi, atau langsung mencuri aset dengan memodifikasi transaksi kripto.

  • Target utama:

    Pengguna yang tidak memperbarui keamanan perangkatnya atau yang mengunduh aplikasi dari sumber yang tidak resmi.

  • Cara menghindari:

    Menggunakan antivirus yang up-to-date dan berhati-hati saat mengunduh aplikasi.

3. Serangan Man-in-the-Middle (MitM)

  • Cara kerja:

    Dalam serangan MitM, peretas menyusup di antara komunikasi antara pengguna dan server. Hal ini memungkinkan peretas mencuri informasi seperti kredensial login atau memodifikasi transaksi.

  • Target utama:

    Pengguna yang menggunakan jaringan publik atau tidak aman, seperti Wi-Fi umum tanpa enkripsi.

  • Cara menghindari:

    Menggunakan jaringan yang aman, VPN, dan memastikan situs menggunakan protokol HTTPS.

4. Serangan 51%

  • Cara kerja:

    Serangan ini melibatkan peretas atau kelompok peretas yang mendapatkan kontrol atas lebih dari 50% kekuatan komputasi (hash rate) dari jaringan blockchain.

    Hal ini memungkinkan mereka untuk memanipulasi transaksi, seperti melakukan double spending (penggunaan aset kripto yang sama lebih dari sekali).

  • Target utama:

    Blockchain dengan tingkat desentralisasi yang rendah atau jaringan kecil dengan hash rate yang rendah.

  • Cara menghindari:

    Blockchain yang lebih besar dan terdesentralisasi lebih sulit diserang dengan cara ini.

5. Penipuan dan Rekayasa Sosial (Social Engineering)

  • Cara kerja:

    Peretas menggunakan teknik psikologis untuk memanipulasi korban agar mengungkapkan informasi sensitif seperti kunci pribadi atau kredensial akun. Ini bisa terjadi melalui panggilan telepon, email, atau bahkan melalui interaksi langsung di media sosial.

  • Target utama:

    Pengguna yang mudah percaya dan tidak waspada terhadap komunikasi yang mencurigakan.

  • Cara menghindari:

    Jangan membagikan informasi sensitif secara terbuka atau kepada pihak yang tidak dikenal.

6. Exploiting Vulnerabilities di Smart Contracts

  • Cara kerja:

    Smart contract adalah program yang dijalankan di blockchain. Jika terdapat celah atau bug dalam kode smart contract, peretas dapat mengeksploitasinya untuk mencuri dana yang tersimpan di dalam kontrak tersebut.

  • Target utama:

    Protokol DeFi (Decentralized Finance) yang baru atau belum diaudit secara menyeluruh.

  • Cara menghindari:

    Menggunakan smart contract yang telah teruji dan diaudit oleh pihak ketiga yang tepercaya.

7. Penggunaan Botnet

  • Cara kerja:

    Botnet adalah jaringan komputer yang terinfeksi malware yang dikendalikan oleh peretas. Botnet ini dapat digunakan untuk melakukan serangan skala besar seperti distributed denial-of-service (DDoS) atau serangan brute-force untuk mendapatkan akses ke dompet kripto.

  • Target utama:

    Server exchange atau platform kripto dengan keamanan lemah.

  • Cara menghindari:

    Meningkatkan proteksi server dan menggunakan sistem deteksi anomali.

Kesimpulan

Keamanan aset kripto sangat bergantung pada bagaimana pengguna dan platform menjaga sistem mereka. Beberapa langkah pencegahan seperti menggunakan autentikasi dua faktor (2FA), menyimpan aset di cold storage (dompet offline), dan berhati-hati terhadap skema phishing sangat penting untuk melindungi aset dari serangan.

Di sisi lain, peningkatan keamanan smart contract dan jaringan blockchain juga diperlukan untuk mengurangi risiko serangan yang lebih teknis seperti serangan 51% atau eksploitasi celah di smart contract.