Ada pertanyaan yang telah lama membingungkan saya: negara ini selalu mengontrol mata uang asing dengan ketat, jadi apakah perdagangan mata uang virtual akan menimbulkan ancaman terhadap kontrol mata uang asing? Misalkan seseorang membeli BTC di dalam negeri dan kemudian mengubahnya menjadi dolar AS dan mentransfernya ke luar negeri. Negara tersebut sulit mengaturnya. Akankah situasi ini menimbulkan ancaman besar terhadap pengendalian valuta asing, menyebabkan negara tersebut melarang keberadaan platform perdagangan mata uang virtual?

Ternyata kekhawatiran tersebut beralasan. Pada tanggal 30 September 2017, negara saya secara resmi melarang pengoperasian platform perdagangan mata uang virtual. Sebagian pihak menilai cadangan devisa negara tidak berkurang selama proses ini, sehingga dampaknya tidak signifikan. Memang benar, ketika volume transaksi kecil, dampaknya minimal. Namun begitu volume transaksi meningkat dan sejumlah besar BTC domestik dijual ke luar negeri, seseorang pasti akan membeli kembali BTC asing tersebut, dan pedagang asing biasanya tidak menerima pembayaran dalam RMB, sehingga diperlukan valuta asing.

Jika hal ini sulit dipahami, Anda bisa merujuk pada undang-undang yang mengatur bahwa setiap orang tidak boleh membawa emas lebih dari 31,25 gram saat meninggalkan negara tersebut. Di permukaan, membawa emas tampaknya tidak berdampak langsung pada cadangan devisa, namun sebenarnya peraturan tersebut juga dimaksudkan untuk mencegah transfer aset dalam skala besar agar tidak berdampak pada stabilitas perekonomian negara. Demikian pula, jika transaksi mata uang virtual tidak dibatasi, hal ini akan berdampak besar pada pengendalian valuta asing dan keamanan keuangan nasional. Oleh karena itu, pelarangan keberadaan platform perdagangan mata uang virtual adalah untuk menjaga stabilitas keuangan negara dan keamanan valuta asing.

#MegadropLista #币安合约锦标赛 #BTC☀ #doge⚡ #zro