Kasus pidana pertama di China terkait penerbitan mata uang kripto ini menarik perhatian publik dengan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara bagi Yang Qichao yang dituduh menerbitkan mata uang kripto palsu dan “penarikan modal” yang menyebabkan investor Luo merugi 50.000 USDT. Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang legalitas operasi mata uang kripto di Tiongkok, tanggung jawab penerbit, dan batasan investasi di pasar aset digital yang bergejolak.
Perkembangan kasus
Kasus ini dimulai pada Mei 2022 ketika Yang Qichao, seorang mahasiswa, mengeluarkan mata uang kripto bernama BFF di BinanceChain. Setelah Luo, seorang investor profesional, menginvestasikan 50.000 USDT di BFF, Yang Qichao menarik sejumlah besar likuiditas BFF, menyebabkan nilai koin anjlok dan menyebabkan kerusakan pada Luo. Luo menuduh Yang Qichao melakukan penipuan dan Yang Qichao ditangkap pada November 2022.
Kasus ini disidangkan pada tingkat pertama pada tanggal 20 Februari 2024, dan Pengadilan Rakyat Zona Pengembangan Industri Teknologi Tinggi Nanyang memutuskan Yang Qichao bersalah atas penipuan, menjatuhkan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar 30.000 Yuan. Namun, sidang pengadilan banding yang digelar pada 20 Mei 2024 diwarnai perdebatan sengit mengenai legalitas kasus tersebut.
Kontroversi hukum dan pelajaran tentang risiko di pasar mata uang kripto
Penuntut menuduh Yang Qichao membuat koin BFF palsu untuk tujuan penipuan, dan juga mengklaim bahwa Yang Qichao memikat Luo untuk berinvestasi di BFF dengan menambahkan likuiditas secara artifisial, lalu dengan cepat menarik modalnya, menyebabkan kerugian bagi Luo.
Namun, pembela berpendapat bahwa BFF yang dikeluarkan oleh Yang Qichao adalah koin yang valid, memiliki alamat kontrak yang unik, dan dapat ditukar secara normal. Pengacara pembela juga menekankan bahwa Luo, seorang investor profesional, harus memahami dengan jelas risiko operasi mata uang kripto dan secara sukarela berinvestasi di BFF.
Persidangan tersebut menyaksikan perdebatan sengit antara para pihak, yang berkisar pada sejumlah poin penting. Pertama, legalitas mata uang kripto di Tiongkok saat ini masih belum jelas. Kebijakan hukum yang belum mengakui legalitas mata uang kripto, sehingga menyulitkan penyelesaian tuntutan hukum terkait aset digital. Pengacara pembela berpendapat bahwa kasus ini dibawa ke pengadilan sebagai kasus pidana karena melanggar hukum saat menarik likuiditas melalui penerbitan cryptocurrency.
Kedua, tanggung jawab hukum penerbit mata uang kripto juga merupakan isu kontroversial. Undang-undang yang berlaku saat ini tidak jelas mengenai tanggung jawab penerbit, terutama bila tidak ada penipuan yang nyata. Kasus ini menimbulkan pertanyaan apakah penarikan dan kerugian likuiditas akibat spekulasi mata uang merupakan penipuan.
Ketiga, batasan investasi mata uang kripto juga ditetapkan dalam kasus ini. Pengacara pembela berpendapat bahwa Luo adalah pemain tingkat tinggi dan harus memahami dengan jelas sifat permainan dan risiko perdagangan mata uang kripto, dan bahwa platform tersebut mengizinkan penambahan atau penarikan likuiditas kapan saja dan perilaku Terdakwa tidak melanggar. aturan platform.
Pakar keuangan dan pengacara memberikan pendapat beragam mengenai kasus ini. Beberapa ahli percaya bahwa penarikan likuiditas Yang Qichao secara tiba-tiba dan kerugian Luo dapat dianggap sebagai penipuan, sementara yang lain percaya bahwa Luo harus bertanggung jawab penuh atas keputusan investasi Anda.
Preseden baru untuk masa depan mata uang kripto di Tiongkok
Kasus Yang Qichao dapat berdampak besar pada aktivitas cryptocurrency di Tiongkok. Kasus ini dapat mendorong pemerintah Tiongkok untuk mengeluarkan peraturan hukum yang lebih jelas tentang cryptocurrency, melindungi hak-hak investor dan penerbit.
Selain itu, kasus ini juga dapat meningkatkan kesadaran mengenai risiko berinvestasi pada mata uang kripto, membantu investor lebih memahami pasar dan membuat keputusan investasi yang tepat. Selain itu, tidak dapat dikesampingkan bahwa pemerintah Tiongkok dapat memperkuat pengawasan aktivitas mata uang kripto untuk mencegah penipuan dan melindungi keamanan finansial.
Kasus Yang Qichao bukanlah kasus pertama terkait cryptocurrency di Tiongkok. Pada tahun 2021, Mahkamah Agung Rakyat mengeluarkan "Pedoman No. 199", yang menegaskan bahwa penggunaan Bitcoin untuk pembayaran melanggar peraturan negara tentang pengawasan keuangan.
Namun, kasus Yang Qichao adalah contoh paling jelas dari tantangan hukum dan potensi risiko pasar mata uang kripto. Dalam konteks pasar baru yang semakin berkembang, pemberlakuan peraturan hukum yang jelas dan transparan akan diperlukan untuk melindungi kepentingan investor dan mengembangkan pasar secara berkelanjutan.