Emoji Jempol ke Atas Kini Dapat Mengikat Anda Secara Hukum pada Sebuah Kontrak

Dalam putusannya yang inovatif, seorang hakim Kanada telah menetapkan bahwa emoji jempol memiliki bobot hukum dalam perjanjian kontrak. Keputusan ini diambil ketika emoji menjadi semakin lazim dalam komunikasi sehari-hari, bahkan dalam konteks bisnis.

Kasus ini berpusat pada seorang petani yang menghadapi tuntutan hukum dari pembeli biji-bijian setelah menanggapi pesan teks dengan emoji jempol, yang diduga mengonfirmasi kontrak penjualan rami. Pembeli berpendapat bahwa emoji tersebut dengan jelas menunjukkan persetujuan petani terhadap ketentuan kontrak. Sebaliknya, petani tersebut berpendapat bahwa niatnya semata-mata untuk mengakui telah menerima pesan tersebut.

Pada akhirnya, hakim memihak pembeli, menganggap emoji jempol sebagai tanda "persetujuan" atau "kesepakatan" dalam komunikasi digital. Hakim juga menyoroti hubungan bisnis jangka panjang kedua pihak, dan mencatat bahwa petani tersebut sebelumnya menggunakan emoji serupa untuk mengonfirmasi perjanjian penjualan.

Keputusan ini menjadi pengingat penting bahwa emoji dapat membawa konsekuensi hukum yang signifikan. Jika tidak yakin tentang arti yang dimaksudkan dari sebuah emoji, disarankan untuk berhati-hati dan tidak menggunakannya dalam lingkungan profesional.

Penting untuk diklarifikasi bahwa emoji, sendiri, tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum. Namun, mereka dapat digunakan untuk menjelaskan maksud atau konteks kontrak. Keputusan ini memperkuat gagasan bahwa emoji dapat berkontribusi pada penafsiran perjanjian kontrak, terutama ketika terdapat pola penggunaan yang konsisten atau ketika para pihak saling memahami maknanya.

Seiring dengan semakin maraknya penggunaan emoji, individu yang melakukan transaksi bisnis harus berhati-hati dan memastikan kejelasan dalam komunikasi digital mereka. Disarankan untuk menggunakan bahasa yang eksplisit dan tidak ambigu ketika menandatangani perjanjian kontrak untuk mengurangi potensi kesalahpahaman.

Keputusan penting dalam #Canada  menyoroti sifat komunikasi yang terus berkembang di era digital dan menggarisbawahi pentingnya mengenali potensi implikasi hukum dari emoji. Ketika masyarakat terus menerima representasi gambar ini di berbagai bidang, kewaspadaan dan komunikasi yang jelas tetap penting ketika menangani masalah hukum.