Proses penambangan mata uang kripto, seperti Bitcoin, melibatkan penyelesaian masalah komputasi kompleks yang memerlukan daya komputasi tinggi. Oleh karena itu, kegiatan ini menghabiskan banyak listrik sehingga dapat menyebabkan peningkatan kebutuhan energi, terutama di wilayah yang pertambangannya intensif.
Bitcoin sering dikritik karena konsumsi energinya yang tinggi, karena sebagian besar penambangan dilakukan menggunakan perangkat keras khusus yang beroperasi sepanjang waktu. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan pada jaringan listrik dan meningkatkan biaya energi, terutama di tempat-tempat yang harga listriknya sudah mahal.
Namun, ada upaya untuk membuat penambangan mata uang kripto lebih ramah lingkungan. Beberapa inisiatif mendorong penggunaan sumber energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga air atau energi surya, untuk menggerakkan operasi pertambangan. Selain itu, teknologi yang lebih efisien sedang dikembangkan untuk mengurangi konsumsi energi yang terkait dengan pertambangan.
Singkatnya, hubungan antara biaya energi dan mata uang kripto bersifat dinamis dan dapat bervariasi tergantung pada banyak faktor, termasuk kebijakan energi, kemajuan teknologi, dan inisiatif keberlanjutan.