Dalam situasi yang menyedihkan ini, Inggris mendapati dirinya sedang bergulat dengan pergolakan resesi yang melanda pada paruh kedua tahun 2023, yang memberikan dampak suram pada pemilihan Perdana Menteri yang akan datang. Data terbaru yang dirilis oleh sumber resmi menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami kontraksi sebesar 0,3% pada kuartal terakhir tahun ini, menyusul penurunan sebesar 0,1% pada kuartal sebelumnya, menandai penurunan paling tajam sejak kuartal pertama tahun 2021.
Sterling telah mengalami tren pelemahan terhadap mata uang utama seperti dolar dan euro, memperburuk kekhawatiran di kalangan investor yang kini melakukan lindung nilai atas taruhan mereka terhadap kemungkinan penurunan suku bunga oleh Bank of England (BoE) di tahun mendatang. Selain itu, dunia usaha menuntut dukungan pemerintah yang lebih kuat karena mereka dengan cemas menunggu pengumuman rencana anggaran yang dijadwalkan pada tanggal 6 Maret.
Kemerosotan ekonomi menempatkan Inggris, bersama dengan Jepang, di antara negara-negara maju Kelompok Tujuh (G7) yang bergulat dengan tekanan resesi. Meskipun proyeksi menunjukkan resesi yang bersifat sementara dan dangkal berdasarkan standar sejarah, dampaknya cukup nyata, dengan perekonomian Inggris hanya berada 1% di atas tingkat sebelum pandemi, dan hanya Jerman di antara negara-negara G7 yang mengalami kondisi yang lebih buruk.
Janji Perdana Menteri Rishi Sunak untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dalam konteks ini. Meskipun Partai Konservatif mempunyai reputasi lama dalam pengelolaan ekonomi, jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan adanya pergeseran kepercayaan terhadap Partai Buruh mengenai pengelolaan ekonomi.
Para analis memperingatkan akan adanya penurunan bersejarah dalam standar hidup rumah tangga Inggris, sebuah fenomena yang belum pernah terjadi sejak Perang Dunia Kedua. Ruth Gregory, wakil kepala ekonom Inggris di Capital Economics, menggarisbawahi konsekuensi politik dari angka PDB, khususnya terkait di tengah pemilu sela yang sedang berlangsung.
Menteri Keuangan Jeremy Hunt tetap teguh dalam komitmennya terhadap strategi fiskal yang ada, dan menganjurkan pemotongan pajak untuk memperkuat ketahanan ekonomi. Namun, oposisi Partai Buruh tetap skeptis dan meragukan keefektifan lintasan perekonomian saat ini.
Di tengah pengetatan kendala fiskal, laporan menunjukkan potensi kalibrasi ulang rencana belanja pemerintah untuk mengakomodasi pemotongan pajak sebelum pemilu, yang semakin menggarisbawahi tindakan penyeimbangan yang rumit yang dihadapi para pembuat kebijakan.
Ke depan, Bank of England menghadapi tekanan yang semakin besar untuk melakukan kalibrasi ulang kebijakan moneter, dengan dinamika inflasi dan kinerja ekonomi yang memainkan peran penting dalam menentukan keputusan di masa depan. Ketika spekulasi mengenai prospek penurunan suku bunga semakin meningkat, Gubernur Andrew Bailey menekankan perlunya kehati-hatian, dengan menyebutkan pentingnya bukti substansial sebelum mengambil tindakan tersebut. Ketika Inggris menghadapi kompleksitas kebangkitan ekonomi di tengah pergolakan politik, masa depan masih penuh dengan tantangan. Ketahanan perekonomian, ditambah dengan pengambilan kebijakan yang hati-hati, pada akhirnya akan menentukan arah perekonomian di era pasca resesi.
Laporan selanjutnya adalah tentang indeks Manufaktur AS.
Silakan ikuti kami dan sukai artikelnya untuk menyebarkan berita sejauh mungkin.