Country Garden yang tadinya ambisius kini menghadapi banyak kemunduran di pasar luar negeri. Sepuluh tahun yang lalu, Country Garden mulai berekspansi di pasar Asia-Pasifik, berinvestasi di Malaysia, Thailand, Indonesia dan Australia. Namun, proyek-proyek di luar negeri ini tidak mendatangkan keuntungan, malah menambah masalah bagi Country Garden, yang sudah kekurangan dana.

Baru-baru ini, Country Garden sedang bernegosiasi untuk menjual sisa kepemilikan di proyek Wilton Greens di Sydney, Australia kepada pengembang China Avantaus seharga 1,13 miliar yuan. Selain itu, Country Garden juga menggunakan tanah dan properti di Thailand sebagai jaminan dua obligasi senilai sekitar 155 juta yuan. Dilema terbesar bagi Country Garden adalah Forest City, sebuah proyek super di Malaysia. Perubahan kebijakan dan dampak epidemi COVID-19 telah menempatkan proyek ini dalam dilema.

Kegagalan Country Garden dalam melakukan ekspansi ke luar negeri terutama disebabkan oleh ekspansi yang berlebihan, kesalahan penilaian situasi, dan dampak epidemi terhadap perekonomian global. Pada saat yang sama, real estat di Tiongkok daratan telah menurun, dan pemerintah telah mengontrol secara ketat pinjaman pengembang, menyebabkan perusahaan real estat menghadapi masalah rantai modal. Dalam keadaan seperti ini, Country Garden benar-benar tidak memiliki dana untuk mendorong pengembangan Forest City.

Kritikus pasar percaya bahwa Country Garden dan perusahaan real estat lainnya telah melakukan ekspansi secara membabi buta selama beberapa tahun terakhir, gagal melakukan pekerjaan dengan baik dalam manajemen risiko, dan berkembang dengan leverage yang tinggi, sehingga mereka terlilit utang dalam jumlah besar. Namun, model bisnis ini merupakan norma di pasar real estat Tiongkok pada saat itu. Saat ini, dalam menghadapi penyesuaian pasar real estat, perusahaan perlu melakukan reintegrasi. Proses transisi ini akan sulit, namun akan lebih sehat untuk perkembangan di masa depan.