Menurut Wu, Financial Times mengungkapkan bahwa peretas Korea Utara menggunakan kecerdasan buatan generatif untuk menyamar sebagai perekrut di LinkedIn dan platform lain untuk menipu dan mencuri mata uang virtual guna mengumpulkan dana bagi program senjata nuklir ilegal. Erin Plante, wakil presiden perusahaan analisis blockchain Chinalysis, mengatakan kecerdasan buatan generatif memungkinkan peretas menjalin hubungan dekat dengan target, termasuk mengobrol, mengirim pesan, dan membuat gambar serta identitas baru. Peretas Korea Utara menargetkan insinyur senior di bursa mata uang kripto Jepang dengan menyamar sebagai perekrut untuk bursa mata uang kripto yang berbasis di Singapura di LinkedIn. Selain itu, peretas Korea Utara juga melakukan kejahatan serupa di platform seperti Facebook, WhatsApp, Telegram, dan Discord.