Internet telah berevolusi sejak awal, dari Web 1.0 yang statis dan hanya dapat dibaca menjadi Web 2.0 yang dinamis dan interaktif. Namun, web saat ini juga memiliki keterbatasan dan tantangan, seperti sentralisasi, privasi data, keamanan, dan skalabilitas. Web3 adalah istilah yang merujuk pada generasi internet berikutnya, yang bertujuan untuk mengatasi masalah ini dengan memanfaatkan teknologi blockchain dan protokol terdesentralisasi lainnya.
Web3 bukanlah teknologi atau platform tunggal, melainkan sebuah visi dan gerakan untuk web yang lebih terbuka, adil, dan partisipatif. Web3 mencakup berbagai aplikasi dan inovasi yang menggunakan blockchain, seperti mata uang kripto, token yang tidak dapat dipertukarkan (NFT), keuangan terdesentralisasi (DeFi), organisasi otonom terdesentralisasi (DAO), dan metaverse. Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk memiliki, mengendalikan, dan memonetisasi data dan aset digital mereka, serta berinteraksi dan berkolaborasi satu sama lain secara peer-to-peer, tanpa perantara atau gatekeeper.
Web3 berpotensi mengubah berbagai industri dan sektor, seperti keuangan, media, permainan, seni, pendidikan, perawatan kesehatan, dan banyak lagi. Misalnya, Web3 dapat memungkinkan bentuk-bentuk baru penciptaan dan pertukaran nilai, seperti tokenisasi, penggalangan dana, dan pembayaran mikro. Web3 juga dapat memberdayakan pengguna untuk membuat dan mengonsumsi konten dengan cara yang lebih mendalam dan menarik, seperti melalui realitas virtual dan tertambah, grafik 3D, dan audio spasial. Web3 juga dapat mendorong model-model baru tata kelola dan pengambilan keputusan, seperti melalui pemungutan suara, reputasi, dan insentif.
Namun, Web3 juga menghadapi tantangan dan risiko yang signifikan, seperti ketidakpastian regulasi, kompleksitas teknis, dampak lingkungan, adopsi pengguna, dan ancaman keamanan. Web3 masih dalam tahap awal pengembangan dan eksperimen, dan banyak aplikasinya yang belum matang atau digunakan secara luas. Web3 juga mengharuskan pengguna untuk memiliki tingkat pengetahuan teknis dan literasi digital tertentu, serta bertanggung jawab lebih besar atas data dan aset mereka sendiri. Web3 juga menghabiskan banyak energi dan sumber daya, yang dapat berdampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat. Web3 juga membuat pengguna rentan terhadap kerentanan dan serangan baru, seperti peretasan, phishing, dan penipuan.
Oleh karena itu, Web3 bukanlah obat mujarab atau utopia, melainkan perubahan paradigma dan peluang untuk inovasi dan disrupsi. Web3 kemungkinan akan hidup berdampingan dan bersaing dengan Web2, alih-alih menggantikannya sepenuhnya. Web3 juga akan memerlukan kolaborasi dan koordinasi di antara berbagai pemangku kepentingan, seperti pengembang, pengguna, regulator, dan investor, untuk memastikan pengembangan dan adopsi yang etis, berkelanjutan, dan inklusif. Web3 juga akan memerlukan pembelajaran dan adaptasi yang konstan, karena merupakan fenomena yang dinamis dan terus berkembang.
Web3 bukanlah konsep yang jauh atau abstrak, melainkan realitas yang sudah terjadi dan memengaruhi kehidupan kita. Web3 bukan hanya perubahan teknologi, tetapi juga perubahan sosial dan budaya, yang akan membentuk masa depan internet dan dunia. Web3 bukan hanya tantangan, tetapi juga peluang, yang akan menciptakan kemungkinan dan manfaat baru bagi umat manusia. Web3 bukan hanya sebuah visi, tetapi juga sebuah gerakan, yang mengundang kita untuk berpartisipasi dan berkontribusi pada penciptaan dan evolusinya.