Apa Itu Sharding

Sharding, yang berasal dari manajemen basis data tradisional, melibatkan pembagian basis data yang lebih besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dikelola yang dikenal sebagai shard. Dalam ranah blockchain, konsep ini digunakan untuk meningkatkan skalabilitas sekaligus menegakkan prinsip inti desentralisasi. Pada dasarnya, sharding memerlukan pembagian jaringan blockchain menjadi unit-unit yang lebih kecil yang disebut shard, yang memungkinkan pemrosesan transaksi dan kontrak pintar secara bersamaan.

Bagaimana Cara Kerja Sharding?

Memahami pelaksanaan sharding dalam jaringan blockchain melibatkan pemahaman penyimpanan dan pemrosesan data blockchain secara konvensional. Pemrosesan data dapat terjadi melalui berbagai metode, dengan fokus pada pemrosesan berurutan dan paralel.

Dalam skenario umum, setiap node blockchain bertugas mengelola seluruh volume transaksi dalam jaringan, yang dikenal sebagai pemrosesan berurutan. Pendekatan ini mengharuskan setiap node menyimpan semua informasi penting, seperti saldo akun dan riwayat transaksi, sehingga setiap node memproses semua operasi dan transaksi jaringan.

Meskipun model sekuensial ini meningkatkan keamanan blockchain dengan mencatat setiap transaksi di semua node, model ini secara signifikan menghambat kecepatan pemrosesan data. Di sinilah pemrosesan paralel menjadi penting, yang memungkinkan beberapa operasi dieksekusi secara bersamaan.

Sharding muncul sebagai solusi ampuh untuk tantangan ini dengan membagi beban kerja transaksional di seluruh jaringan blockchain. Ini berarti tidak semua node perlu menangani seluruh beban blockchain.

Sharding mencapai hal ini melalui partisi horizontal, di mana data dibagi menjadi beberapa bagian, dan setiap pecahan berfungsi sebagai basis data independen yang mampu memproses transaksi secara terpisah dari yang lain.

#webgtr #ACE #BONK #SATS #Sharding