Nabi Muhammad (saw) bersabda:
“Emas dengan emas, perak dengan perak, kurma dengan kurma, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, garam dengan garam, sejenisnya, sederajat, sederajat, jika jenis-jenisnya berbeda, maka juallah sesukamu jika ada tangan ke tangan.”
“Emas dengan emas, perak dengan perak, kurma dengan kurma, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, dan garam dengan garam, sama saja, dari tangan ke tangan. Tetapi jika jenis-jenis ini berbeda, maka juallah sesuai keinginanmu, asalkan dari tangan ke tangan.”
Hadits ini merupakan inti dari yurisprudensi Islam terkait perdagangan dan transaksi bisnis. Hadits ini menetapkan pedoman yang memastikan keadilan, transparansi, dan kecepatan dalam pertukaran, khususnya saat memperdagangkan komoditas atau aset seperti mata uang. Seiring dengan semakin populernya alat-alat seperti kontrak berjangka, opsi, dan perdagangan pra-pasar dalam mata uang kripto, penting untuk mengetahui apakah praktik-praktik ini sejalan dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh hadits ini.
Memahami Hadits dalam Konteks Perdagangan Modern
Hadits tersebut menegaskan dua hal penting terkait transaksi:
Pertukaran yang setara untuk komoditas yang identik: Saat menukar barang-barang sejenis, barang-barang tersebut harus memiliki nilai yang sama dan dipertukarkan segera (dari tangan ke tangan).
Kebebasan berdagang untuk berbagai komoditas, asalkan transaksinya segera: Jika barang yang diperdagangkan berbeda, seperti emas dengan perak, atau dalam konteks modern, mata uang kripto seperti Bitcoin dengan Ethereum, barang-barang tersebut dapat diperdagangkan dengan cara apa pun yang disepakati, asalkan pertukaran terjadi segera.
Prinsip-prinsip ini telah menjadi panduan bagi para ulama Islam dalam menentukan kebolehan berbagai bentuk perdagangan, termasuk instrumen keuangan modern. Dengan menerapkan kerangka kerja ini pada perdagangan mata uang kripto, kini kami menganalisis apakah perdagangan berjangka, opsi, dan pra-pasar diperbolehkan.
1. Perdagangan Berjangka dalam Mata Uang Kripto
Perdagangan berjangka melibatkan kesepakatan untuk membeli atau menjual aset pada tanggal yang akan datang dan harga yang telah ditentukan sebelumnya. Masalah utama di sini adalah bahwa pertukaran aset tidak terjadi segera tetapi ditangguhkan hingga tanggal yang disepakati.
Berdasarkan hadis, pertukaran segera merupakan persyaratan saat memperdagangkan komoditas atau aset seperti mata uang. Penundaan dalam kontrak berjangka bertentangan dengan prinsip “hand-to-hand” (penyelesaian segera). Dalam keuangan Islam tradisional, transaksi yang melibatkan penundaan dalam pertukaran barang atau uang sering dikategorikan sebagai riba (bunga) atau gharar (ketidakpastian yang berlebihan), yang keduanya dilarang. Ketidakpastian kondisi pasar di masa depan juga menimbulkan tingkat spekulasi yang signifikan, yang tidak dianjurkan dalam Islam.
Oleh karena itu, perdagangan berjangka dalam mata uang kripto pada umumnya dianggap tidak diperbolehkan berdasarkan prinsip-prinsip Islam karena melibatkan pengiriman yang tertunda dan risiko spekulatif, yang melanggar pedoman hadis tentang pertukaran langsung dan kepastian.
2. Perdagangan Opsi dalam Mata Uang Kripto
Perdagangan opsi memberi pembeli hak, tetapi bukan kewajiban, untuk membeli atau menjual aset di masa mendatang dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya. Seperti halnya kontrak berjangka, opsi melibatkan kontrak spekulatif yang mungkin atau mungkin tidak mengakibatkan pertukaran aset.
Masalah dengan perdagangan opsi, dari perspektif Islam, ada dua:
Ketidakpastian dan spekulasi (gharar): Pembeli mungkin menggunakan atau tidak menggunakan opsi, yang menimbulkan tingkat ketidakpastian dalam transaksi.
Tidak adanya pertukaran langsung: Seperti halnya kontrak berjangka, kontrak opsi tidak menjamin terjadinya pertukaran langsung, yang mana hal ini bertentangan dengan ketentuan hadits yang mewajibkan adanya transaksi langsung ketika memperdagangkan komoditas atau aset yang menyerupai mata uang.
Mengingat sifat spekulatif dan keterlambatan penyelesaian, perdagangan opsi dalam mata uang kripto biasanya dianggap tidak diperbolehkan menurut prinsip-prinsip Islam. Ketidakpastian dan penundaan dalam kontrak-kontrak ini menciptakan risiko yang sejalan dengan bentuk-bentuk perdagangan yang dilarang dalam yurisprudensi Islam.
3. Perdagangan Pra-Pasar dalam Mata Uang Kripto
Perdagangan pra-pasar mengacu pada pembelian atau penjualan aset sebelum pasar resmi dibuka. Tidak seperti kontrak berjangka dan opsi, perdagangan pra-pasar dapat melibatkan pertukaran aset langsung untuk pembayaran, selama perdagangan dilakukan pada harga pasar saat ini dan diselesaikan di tempat.
Berdasarkan hadits tersebut, maka perdagangan mata uang kripto sebelum pasar boleh dilakukan dengan syarat-syarat tertentu:
Pertukaran langsung (hand-to-hand): Faktor kuncinya adalah apakah mata uang kripto dipertukarkan segera setelah kesepakatan. Jika pembeli dan penjual menyelesaikan transaksi di tempat, maka hal itu sesuai dengan penekanan hadis pada penyelesaian segera.
Komoditas yang berbeda: Karena mata uang kripto bukanlah jenis aset yang sama dengan komoditas tradisional seperti emas, perak, atau gandum, hadits mengizinkan perdagangannya selama transaksinya langsung dan adil.
Oleh karena itu, jika perdagangan pra-pasar melibatkan pertukaran mata uang kripto secara langsung dan segera, maka hal itu sejalan dengan prinsip-prinsip hadis dan dapat dianggap diperbolehkan. Namun, jika perdagangan pra-pasar melibatkan kontrak spekulatif atau penyelesaian yang tertunda, maka perdagangan tersebut kemungkinan besar akan masuk dalam kategori yang sama dengan perdagangan berjangka atau opsi, sehingga tidak diperbolehkan.
Kesimpulannya, penerapan prinsip-prinsip hadis Nabi Muhammad (saw) pada perdagangan mata uang kripto modern mengarah pada kesimpulan berikut:
Perdagangan berjangka dalam mata uang kripto: Tidak diperbolehkan, karena pengiriman yang tertunda dan risiko spekulatif.
Perdagangan opsi dalam mata uang kripto: Tidak diperbolehkan, karena ketidakpastian dan kurangnya penyelesaian segera.
Perdagangan pra-pasar dalam mata uang kripto: Berpotensi diizinkan, asalkan transaksi melibatkan pertukaran aset dan pembayaran langsung.