Nvidia menghadapi pengawasan yang lebih ketat karena SEC dan DOJ mendukung gugatan class action yang diajukan kembali terhadap perusahaan tersebut, dengan tuduhan menyesatkan investor tentang pendapatannya dari penambangan mata uang kripto. Keterlibatan pemerintah AS bertujuan untuk mengembalikan gugatan tahun 2018 dan meminta pertanggungjawaban Nvidia atas dugaan meremehkan pendapatannya yang terkait dengan mata uang kripto.

Dalam amicus brief yang diajukan pada tanggal 2 Oktober, Jaksa Agung Elizabeth Prelogar dan pengacara SEC Theodore Weiman berpendapat bahwa kasus tersebut berisi cukup bukti untuk dilanjutkan. Mereka mengklaim bahwa para eksekutif Nvidia, termasuk CEO Jensen Huang, meremehkan ketergantungan perusahaan pada penjualan penambangan kripto, terutama pada saat permintaan GPU dalam penambangan sedang meningkat. Mereka menekankan bahwa gugatan hukum swasta sangat penting untuk menegakkan peraturan sekuritas, sehingga membuat kasus ini signifikan bagi pasar yang lebih luas.

Pengadilan Banding Sirkuit Kesembilan telah menolak gugatan tersebut pada tahun 2021 karena kurangnya bukti. Namun, keputusan terpisah pada bulan Agustus 2023 menghidupkan kembali kasus tersebut setelah peninjauan lebih lanjut. Investor menuduh bahwa sebelum kejatuhan kripto tahun 2018, Nvidia salah menggambarkan ketergantungannya pada pendapatan dari penambangan, sehingga membuat pernyataan publik Huang menyesatkan dan berpotensi menipu.

Para investor mengklaim bahwa Nvidia menyesatkan mereka tentang kesehatan keuangannya dengan tidak mengungkapkan seberapa besar pendapatannya bergantung pada pasar kripto yang tidak stabil. Setelah jatuhnya pasar pada tahun 2018, pendapatan perusahaan turun tajam, yang menunjukkan kurangnya transparansi. Mereka berpendapat bahwa Huang menyadari hal ini tetapi meremehkannya di depan umum. Dalam pembelaan mereka, Nvidia menyatakan bahwa para investor diberi informasi yang salah tentang sumber pendapatannya, tetapi kesaksian dari mantan karyawan menunjukkan bahwa Huang terlibat langsung dalam diskusi tentang ketergantungan perusahaan pada penjualan kripto.

Keterlibatan DOJ dan SEC memperkuat gugatan tersebut, menambah kredibilitas klaim investor. Mereka berpendapat bahwa bukti yang diajukan cukup untuk menyimpulkan ketidakjujuran atau niat, yang akan memiliki implikasi serius berdasarkan Undang-Undang Reformasi Litigasi Sekuritas Swasta (PSLRA). Untuk menunjukkan komitmen mereka, lembaga tersebut meminta waktu 10 menit untuk argumen lisan saat Mahkamah Agung menyidangkan kasus tersebut pada bulan November.

Gugatan ini dapat memiliki implikasi hukum yang besar bagi Nvidia dan menjadi preseden mengenai bagaimana pendapatan terkait kripto dilaporkan oleh perusahaan lain, menjadikannya kasus penting bagi perlindungan investor.