Ketegangan yang berulang antara Israel dan negara-negara Timur Tengah hanyalah permukaan yang terlihat dari dinamika geopolitik yang jauh lebih kompleks.

Apa yang kita saksikan saat ini adalah kelanjutan dari strategi regional di mana ekonomi perang, yang dipicu oleh ambisi geopolitik, berbenturan dengan aspirasi rakyat yang tertindas selama puluhan tahun dalam upaya mencari emansipasi.

Israel, yang didukung oleh dukungan historis dari Amerika Serikat dan kecakapan teknologi dan militernya, telah memantapkan dirinya sebagai pemain kunci di Timur Tengah.

Namun, posisi "supremasi" ini tidak abadi. Posisi ini hanyalah ilusi sementara di kawasan yang aliansinya terus berkembang, dan setiap aktor memainkan banyak sisi sekaligus.

Aljazair, sebuah negara dengan tradisi perlawanan yang panjang, saat ini menampilkan dirinya sebagai pembela perjuangan Arab dan Muslim, khususnya Palestina.

Meningkatnya retorika agresif dari presidennya sesuai dengan dinamika ini. Namun pertanyaan sebenarnya adalah apakah Aljazair siap menghadapi konsekuensi dari konfrontasi langsung dengan Israel, terutama dalam konteks di mana Turki, anggota utama NATO, mungkin juga memutuskan untuk terlibat.

Elemen krusial di sini adalah sikap ambigu Arab Saudi. Negara ini, yang selama ini dianggap sebagai kubu pendukung perjuangan Palestina, kini tampaknya mulai menarik diri. Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) telah memilih pendekatan yang lebih pragmatis, dengan berfokus pada reformasi dalam negeri dan tantangan ekonomi yang dihadapi negaranya.

Ketidakpeduliannya terhadap Palestina bukanlah suatu kebetulan: hal itu mencerminkan pendefinisian ulang strategis prioritas Saudi, yang ditentukan oleh kebutuhan untuk mempersiapkan dunia pasca-minyak, di mana pengaruh regional akan dibentuk oleh kekuatan ekonomi dan kekuatan militer.

Dengan demikian, potensi masuknya Aljazair atau Turki ke dalam konflik dapat menandai titik balik.

Bukan hanya karena Turki, dengan tentara NATO terbesar kedua, mewakili kekuatan militer yang signifikan, tetapi juga karena hal itu akan memaksa banyak negara untuk mengambil sikap dalam konflik yang berisiko mengubah lanskap politik Timur Tengah.

Dari sudut pandang pasar, eskalasi semacam itu pasti akan berdampak. Kita sudah berada dalam periode volatilitas tinggi di mana fundamental ekonomi dan teknis menunjukkan pasar yang bullish untuk aset digital, khususnya Bitcoin.

Namun, perang, terutama yang melibatkan kekuatan regional sebesar ini, dapat dengan cepat membalikkan tren, setidaknya dalam jangka pendek.

Meskipun demikian, pertanyaan mendasarnya adalah apakah peristiwa ini benar-benar harus menimbulkan kekhawatiran.

Geopolitik sering kali memengaruhi pasar secara tak terduga, tetapi itu tidak berarti kita harus panik. Investor yang cerdas tahu untuk melihat lebih jauh dari sekadar fluktuasi langsung dan memanfaatkan peluang yang dihadirkan oleh volatilitas. Seperti biasa, tetap terinformasi, memahami dinamika yang mendasarinya, dan beradaptasi dengan tepat sangatlah penting.

#AllForWorldPeace

#israeliranconflict #BTC☀