Dalam beberapa tahun terakhir, Turki telah membuat heboh di masyarakat internasional dengan minatnya untuk bergabung dengan BRICS, aliansi ekonomi yang awalnya dibentuk oleh Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. Langkah ini telah mengundang banyak perhatian, terutama mengingat hubungan lama Turki dengan NATO dan aspirasinya untuk menjadi anggota UE. Saat BRICS bersiap menyambut anggota baru seperti Mesir, Iran, dan Arab Saudi pada tahun 2024, potensi masuknya Turki menjadi semakin menarik.

Memahami BRICS

BRICS merupakan koalisi negara-negara ekonomi berkembang yang bertujuan untuk memperkuat suara negara-negara berkembang dalam urusan ekonomi global. Negara-negara ini secara kolektif merupakan bagian penting dari populasi dan output ekonomi dunia. Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa BRICS bukanlah kelompok yang homogen, dengan negara-negara anggota yang sering kali memiliki kepentingan politik dan ekonomi yang berbeda.

Motivasi Turki

Jadi mengapa Turki, sebuah negara yang secara tradisional berpihak pada lembaga-lembaga Barat, mengincar keanggotaan BRICS? Beberapa faktor berperan:

  • Diversifikasi Ekonomi: Turki melihat BRICS sebagai peluang untuk memasuki pasar baru dan mendiversifikasi kemitraan ekonominya. Hal ini berpotensi melindungi Turki dari guncangan ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada mitra dagang tradisional.

  • Mengatasi Ketidakseimbangan Perdagangan: Turki saat ini menghadapi defisit perdagangan yang signifikan dengan beberapa negara BRICS, khususnya Rusia dan Cina. Bergabung dengan kelompok tersebut dapat menyediakan platform untuk menegosiasikan persyaratan perdagangan yang lebih menguntungkan dan menyeimbangkan hubungan ini.

  • Daya Tarik Investasi: Meskipun Turki telah berhasil menarik investasi asing langsung (FDI) dari negara-negara Barat, negara ini kesulitan menarik investasi dalam jumlah yang sama dari negara-negara BRICS. Keanggotaan dapat membuka pintu bagi peningkatan arus FDI dari negara-negara berkembang ini.

Risiko Potensial dan Implikasi Geopolitik

Ambisi Turki untuk bergabung dengan BRICS bukannya tanpa risiko. Langkah tersebut berpotensi memperburuk hubungan dengan sekutu NATO dan mempersulit proses aksesi Turki ke UE. Sebagai anggota NATO pertama yang berpotensi bergabung dengan BRICS, keputusan Turki dapat berdampak luas pada geopolitik global.

Selain itu, Turki perlu menavigasi dinamika yang kompleks dalam BRICS itu sendiri. Kelompok ini mencakup negara-negara dengan kepentingan yang terkadang saling bertentangan dan tingkat ketegangan yang berbeda-beda dengan kekuatan Barat. Menyeimbangkan hubungan ini akan membutuhkan diplomasi yang cekatan dari para pembuat kebijakan Turki.

Tindakan Penyeimbangan yang Rumit

Ketertarikan Turki pada BRICS mencerminkan tren yang lebih luas dari negara-negara yang berupaya untuk mendiversifikasi kemitraan ekonomi dan strategis mereka di dunia yang semakin multipolar. Namun, hal itu juga menggarisbawahi tindakan penyeimbangan yang rumit yang dihadapi Turki saat berupaya mempertahankan aliansi tradisionalnya sambil mengeksplorasi peluang baru.

Karena Turki terus berupaya menjadi anggota BRICS, transparansi dari pemerintah mengenai niatnya dan implikasi potensial dari langkah ini akan menjadi sangat penting. Ini tidak hanya akan membantu mengatasi masalah dalam negeri tetapi juga memberi sinyal kepada mitra internasional bagaimana Turki membayangkan perannya dalam tatanan global yang terus berubah.

Sebagai kesimpulan, aspirasi BRICS Turki merupakan momen penting dalam evolusi kebijakan luar negerinya. Apakah langkah ini terbukti sebagai langkah strategis atau pertaruhan geopolitik masih harus dilihat. Yang jelas, langkah ini berpotensi untuk membentuk kembali posisi Turki di panggung dunia dan memengaruhi dinamika hubungan internasional yang lebih luas.

#BRICS #Turkey #türkiye #Russia #NATO