Emas, yang oleh banyak orang dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan komoditas netral, mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada hari Rabu. Tonggak sejarah ini merupakan bagian dari reli yang telah membuat logam mulia tersebut naik lebih dari 30% dalam satu tahun, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor utama termasuk ketidakpastian geopolitik saat ini dan permintaan yang kuat dari bank sentral.

Namun, kenaikan pada hari Rabu disebabkan oleh alasan yang berbeda. Harga emas naik setelah Federal Reserve mengumumkan pemangkasan suku bunga yang besar, yaitu sebesar 50 basis poin. Tidak ada konsensus yang jelas mengenai besaran pemangkasan tersebut, karena beberapa ekonom memperkirakan pemangkasan suku bunga hanya sebesar 25 basis poin, yang mempertegas dampak pengumuman tersebut.

Akibatnya, harga logam mulia berjangka di Bursa Komoditas (COMEX), salah satu pasar komoditas terbesar, naik hingga lebih dari $2.625 per ons selama sesi tersebut. Harga telah mendingin hingga $2.616 sejak saat itu, tetapi analis memperkirakan penurunan yang lebih dalam akan menghasilkan harga yang lebih tinggi di akhir tahun yang sama.

Alex Ebkarian, COO Allegiance Gold, menyatakan:

Pasar memperhitungkan penurunan suku bunga yang lebih besar dan lebih banyak karena kita memiliki defisit fiskal dan perdagangan, dan hal itu akan semakin melemahkan nilai dolar secara keseluruhan.

Kenaikan harga emas mungkin akan membawa harga mencapai $3.000 tahun depan. Emas telah melampaui prediksi kepala komoditas Citi Amerika Utara Aakash Doshi sebesar $2.600 pada akhir tahun ini. Prediksi lainnya menunjukkan bahwa emas akan mencapai $3.000 pada pertengahan 2025.

UBS juga menyatakan bahwa reli emas ini masih jauh dari kata berakhir, tetapi mengeluarkan prediksi yang lebih konservatif. Mereka memperkirakan harga spot akan mencapai $2.700 pada pertengahan 2025, didorong oleh permintaan yang kuat.