Indonesia tidak menjadikan Bitcoin sebagai aset penting negara karena beberapa alasan kompleks yang melibatkan kebijakan ekonomi, regulasi, dan kondisi sosial-ekonomi yang berbeda dengan El Salvador.Berikut penjelasannya:
$BTC 1. Stabilitas Moneter dan Kewenangan Bank Sentral
- Bank Indonesia (BI) bertugas menjaga stabilitas Rupiah dan inflasi. Bitcoin, dengan volatilitas tinggi (perubahan harga ±10-30% dalam sehari), dianggap berisiko mengganggu stabilitas moneter.
- El Salvador menggunakan Dolar AS sebagai mata uang resmi, sehingga adopsi Bitcoin tidak bertabrakan dengan kebijakan mata uang nasional. Sementara Indonesia memiliki Rupiah yang perlu dijaga kedaulatannya.
2. Regulasi dan Risiko Hukum**
-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI mengklasifikasikan Bitcoin sebagai **komoditas**, bukan alat pembayaran sah. Transaksi kripto diperbolehkan untuk investasi, tetapi tidak diakui sebagai legal tender.
- El Salvador memiliki sistem hukum yang lebih fleksibel dan minim tekanan internasional, sementara Indonesia harus mematuhi standar global seperti FATF (Anti Pencucian Uang) yang mewajibkan pengawasan ketat atas aset kripto.
3. Inklusi Keuangan vs. Risiko Sosial
- El Salvador (di mana 70% populasi tidak memiliki akses bank) menggunakan Bitcoin untuk meningkatkan inklusi keuangan.
- Di Indonesia, program inklusi keuangan difokuskan pada **fintech lokal** (e.g., QRIS, dompet digital) yang lebih terkontrol dan minim risiko spekulatif.
4. Infrastruktur Teknologi dan Edukasi
El Salvador membangun infrastruktur pendukung (e.g., dompet Bitcoin "Chivo", ATM kripto) dan edukasi massal.
- Indonesia masih menghadapi kesenjangan digital dan literasi keuangan. Adopsi Bitcoin secara nasional berpotensi dimanfaatkan untuk penipuan atau investasi bodong.
5. Pertimbangan Geopolitik dan Ekonomi
- El Salvador (PDB ±$30 miliar) lebih mudah mengambil risiko dengan Bitcoin untuk menarik investasi asing dan teknologi blockchain.
- Indonesia (PDB $1,3 triliun) memiliki ekonomi yang lebih terdiversifikasi. Kebijakan moneter harus memprioritaskan sektor riil, UMKM, dan ketahanan energi, bukan aset spekulatif.
6. Respons Terhadap Krisis
- El Salvador menggunakan Bitcoin untuk mengurangi ketergantungan pada Dolar AS dan biaya transfer remitansi (20% PDB mereka berasal dari remitansi).
- Indonesia tidak memiliki urgensi serupa karena sistem perbankan dan remitansi sudah terintegrasi dengan baik.
*Kesimpulan*
El Salvador mengambil langkah berani karena kondisi khusus: ketergantungan pada remitansi, tidak memiliki mata uang sendiri, dan kebutuhan menarik perhatian global. Sementara Indonesia memprioritaskan **stabilitas, regulasi ketat, dan pengembangan ekonomi berbasis sektor riil**. Bitcoin tetap diizinkan sebagai instrumen investasi, tetapi tidak akan menjadi aset negara dalam waktu dekat karena risiko sistemik yang tidak sepadan dengan manfaatnya.
#TrumpCryptoSummit #prabowo #IndonesiaDiPanggungDunia #polkadot2.0 #kusama $BTC $DOT