Malam itu, salju turun lembut di luar jendela apartemen kecil yang remang. Johan, seorang trader berusia 34 tahun, duduk di depan monitor komputernya dengan tatapan kosong. Lampu-lampu pasar cryptocurrency berkedip-kedip seperti lampu natal yang muram. Sepanjang tahun, ia bekerja keras untuk mengumpulkan modal, berharap bisa memberi hadiah terbaik untuk anak dan istrinya di malam Natal.
Namun, beberapa jam sebelumnya, pasar tiba-tiba ambruk. Sebuah peristiwa yang tak terduga—pengumuman regulasi ketat dari pemerintah global—membuat harga koin favorit Johan, yang ia pegang hampir seluruh tabungannya, jatuh bebas. Dari angka ribuan dolar, saldo akun Johan hanya menyisakan beberapa sen. Dia mencoba bertahan, membeli lebih banyak ketika harga turun, tetapi itu hanya membuat situasinya semakin buruk.
Di ruang tamu, pohon Natal berdiri tegak dengan hiasan yang sederhana. Anak-anaknya sudah tertidur, berharap Santa Claus datang membawa hadiah. Istrinya, Clara, duduk di sofa, menatap Johan dengan tatapan penuh kekhawatiran tapi tidak mengatakan sepatah kata pun. Ia tahu Johan telah bekerja keras, tetapi malam ini, ada dinding yang tak kasat mata di antara mereka.
Johan bukan satu-satunya yang hancur malam itu. Di seluruh dunia, ribuan trader lain mengalami hal yang sama. Di grup chat komunitas yang biasanya penuh dengan candaan dan semangat, malam itu berubah menjadi tempat berbagi kesedihan. “Aku kehilangan segalanya,” tulis seorang trader dari Jerman. “Ini uang sekolah anakku,” kata yang lain dari India. Johan membaca semua pesan itu tanpa bisa memberikan jawaban.
Seorang trader tua dari Jepang menulis, “Mungkin kita lupa, pasar ini seperti permainan judi. Kita memberi terlalu banyak hati padanya.” Pesan itu mengendap di pikiran Johan.
Malam semakin larut. Johan mematikan layar komputernya, membiarkan angka-angka merah itu lenyap dalam kegelapan. Dengan langkah berat, ia berjalan menuju ruang tamu. Clara masih menunggunya.
“Aku kehilangan segalanya,” bisik Johan dengan suara yang serak. Clara mendekatinya, menggenggam tangannya. “Kamu tidak kehilangan segalanya. Kami masih di sini.”
Johan memandang Clara dengan mata basah, menyadari bahwa apa yang benar-benar berarti tidak pernah bisa dibeli dengan uang. Dalam keheningan, mereka duduk bersama di bawah pohon Natal.